PENGERTIAN POLITIK DAN STRATEGI
NASIONAL
A.
PENGERTIAN POLITIK
POLITIK ADALAH
PEMBENTUKAN KEUKUASAAN DALAM MASYARAKAT DALAM MEMBUAT SUATU KEPUTUSAN UNTUK
NEGARA. POLITIK JUGA DIARTIKAN SEBAGAI SENI DAN ILMU UNTUK MERAIH KEKUASAAN
SECARA KONSTITUSIONAL DAN NONKONSTITUSIONAL. KATA POLITIK BERASAL DARI BAHASA
BELANDA “POLITIEK” DAN BAHASA INGGGRIS “POLITICS” YANG BERSUMBER DARI BAHASA
YUNANI ΤΑ ΠΟΛΙΤΙΚΆ .
PENGERTIAN POLITIK MENURUT BEBERAPA AHLI :
1. MENURUT ANDREW HEYWOOD
POLITIK ADALAH KEGIATAN SUATU BANGSA YANG MEMILIKI TUJUAN
UNTUK MEMPERTAHANKAN DAN MENJALANKAN PERATURAN YANG ADA UNTUK PATOKAN HIDUPNYA.
2. MENURUT CARL SCHMDIT
POLITIK ADALAH SUATU DUNIA YANG DIDALAMNYA ORANG-ORANG
LEBIH MEMBUAT KEPUTUSAN-KEPUTUSAN DARI LEMBAGA-LEMBAGA ABSTRAK
3. BERDASARKAN TEORI KLASIK ARISTOTELES POLITIK ADALAH
USAHA YANG DITEMPUH WARGA UNTUK MEWUJUDKAN KEBAIKAN BERSAMA.
ADAPUN LEMBAGA-LEMBAGA POLITIK YANG BERATI SEPERANGKAT
NORMA YANG MELAKSANAKAN DAN MEMILIKI KEKUASAAN ATAU WEWENANG DALAM SUATU BIDANG
YANG KHUSUS. LEMBAGA POLITIK MELIPUTI EKSEKUTIF , LEGISLATIF DAN YUDIKTIF,
KEAMANAN DAN PERTAHANAN NASIONAL SERTA PARTAI POLITIK. SETIAP LEMBAGA MEMILIKI
KETUA UNTUK MENGATUR LEMBAGANYA MASING-MASING. BERIKUT INI PROSES PEMBENTUKAN
LEMBAGA POLITIK :
1
MENGADAKAN KEGIATAN YANG DAPAT MEWAKILI ASPIRASI
MASYARAKAT
2
PEMBENTUKAN TENTARA NASIONAL DARI SUATU NEGARA MERDEKA
DENGAN PASRTISIPASI DARI BERBAGAI GOLONGAN YANG MEWAKILI MASYARAKAT
FUNGSI LEMBAGA POLITIK ADALAH :
1
MENJAGA KEAMANAN DAN KATAHANAN MASYARAKAT
2
MELAKSANAKAN KESEJAHTERAAN UMUM
3
SEBAGAI JEMBATAN PENYAMPAIAN ASPIRASI DARI MASYARAKAT KE
PEMILIK KEBIJAKAN NEGARA
B.
STRATEGI NASIONAL
STRATEGI
NASIONAL ADALAH PERENCANAAN DAN MEMUTUSKAN SESUATU UNTUK KEPENTINGAN NEGARA.
KATA STRATEGI SENDIRI BERASAL DARI BAHASA YUNANI STRATĒGOS. POLITIK DAN
STRATEGI PERTAHANAN NASIONAL HARUS BERJALAN SELARAS. STRATEGI NASIOANAL
DIRANCANG UNTUK MENJAWAB KEPENTINGAN NASIONAL NEGARA TERSEBUT. SETIAP STRATEGI
DI MASING-MAISNG NEGARA BERBEDA KARENA KEBIJAKAN DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT
DISETIAP NEGAR BERBEDA-BEDA SATU SAMA LAINNYA. SEBAGAI SALAH SATU NEGARA
BERDAULAT DAN BERMARTABAT, TENTUNYA INDONESIA HARUS MEMILIKI STRATEGI BESAR
YANG DAPAT MENJAMIN TERCAPAINYA SEGALA KEPENTINGAN NASIONAL GUNA MEWUJUDKAN
TUJUAN NASIONAL MENCIPTAKAN MASYARAKAT ADIL DAN MAKMUR.
PENYUSUNAN POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL PERLU MEMAHAMI
POKOK-POKOK PIKIRAN YANG TERKANDUNG DALAM SISTEM MANAJEMEN NASIONAL YANG
BERLANDASKAN IDEOLOGI PANCASILA, UUD 1945, WAWASAN NUSANTARA, DAN KETAHANAN
NASIONAL.
DIKUTIP
DARI LETKOL LAUT (P) ERWIN S. ALDEDHARMA, KOMANDAN KRI NALA KHUSUS DI BIDANG
PERTAHANAN NEGARA, TERKESAN SAAT INI BELUM ADANYA KESERAGAMAN POLA SIKAP DAN
POLA TINDAK DALAM LINGKUP DEPARTEMEN PERTAHANAN, TERMASUK DI JAJARAN TNI.
WALAUPUN UNDANG-UNDANG PERTAHANAN MENYATAKAN BAHWA STRATEGI PERTAHANAN NEGARA
DISUSUN BERDASARKAN KONDISI GEOGRAFIS BANGSA, NAMUN IMPLEMENTASI DI LAPANGAN
MASIH SEPERTINYA MENGEDEPANKAN STRATEGI PERTAHANAN SEMESTA, DI MANA DALAM
MENGHADAPI KEKUATAN LAWAN, MILITER INDONESIA MASIH BERORIENTASI PADA TAKTIK
PERANG GERILYA. ARTINYA, MUSUH AKAN DITUNGGU HINGGA MASUK DAN MENGINJAKKAN KAKI
KE WILAYAH DARATAN INDONESIA, YANG MANA BERARTI PULA BAHWA RAKYAT AKAN IKUT
TERLIBAT DALAM PERANG. BUKAN BERARTI BAHWA STRATEGI PERTAHANAN SEMESTA
MERUPAKAN SESUATU YANG KELIRU, KARENA SEJARAH MEMBUKTIKAN BAHWA DENGAN STRATEGI
TERSEBUT BANGSA INI BERHASIL MEREBUT DAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAANNYA MELAWAN
PENJAJAH. NAMUN DENGAN PERKEMBANGAN SITUASI POLITIK, HUKUM DAN TEKNOLOGI ERA
SEKARANG, STRATEGI ITU HENDAKNYA TIDAK DITEMPATKAN SEBAGAI STRATEGI UTAMA,
KARENA HUKUM INTERNASIONAL MELARANG KETERLIBATAN RAKYAT (NON KOMBATAN) DALAM
PERANG. SEBALIKNYA, INDONESIA HARUS MAMPU MENCEGAH MUSUH MASUK KE WILAYAHNYA,
SEHINGGA MEWAJIBKAN KITA MEMPUNYAI MILITER YANG MEMILIKI DAYA PUKUL DAN DAYA
HANCUR CUKUP BESAR SERTA DAPAT DIKERAHKAN HINGGA JAUH KE BATAS TERLUAR
YURISDIKSI NASIONAL. BERTOLAK DARI PEMIKIRAN DEMIKIAN DAN DIKAITKAN DENGAN
KONDISI GEOGRAFIS INDONESIA, SUDAH SEWAJARNYA BILA FOKUS PEMBANGUNAN KEKUATAN
MILITER TERLETAK PADA ANGKATAN LAUT DAN ANGKATAN UDARA.
SUDAH JELAS SEKALI BAHWA PERAN PELAKU-PELAKU POLITIK SANGAT MEMPENGARUHI
STRATEGI NEGARA DALAM MEMPERTAHANKAN KEAMANAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI
DALAM NEGARA INDONESIA.
SUMBER :
PENGERTIAN GOOD AND CLEAN GOVERNANCE
ISTILAH GOOD AND CLEAN GOVERNANCE MERUPAKAN WACANA BARU
DALAM KOSAKATA ILMU POLITIK. IA MUNCUL PADA AWAL 1990-AN. SECARA UMUM, ISTILAH
GOOD AND CLEAN GOVERNANCE MEMILIKI PENGERTIAN AKAN SEGALA HAL YANG TERKAIT
DENGAN TINDAKAN ATAU TINGKAH LAKU YANG BERSIFAT MENGARAHKAN, MENGENDALIKAN,
ATAU MEMENGARUHI URUSAN PUBLIK UNTUK MEWUJUDKAN NILAI-NILAI TERSEBUT DALAM
KEHIDUPAN SEHARI-HARI. DALAM KONTEKS INI, PENGERTIAN GOOD GOVERNANCE TIDAK
SEBATAS PENGELOLAAN LEMBAGA PEMERINTAHAN SEMATA, TETAPI MENYANGKUT SEMUA
LEMBAGA BAIK PEMERNTAH MAUPUN NONPEMERINTAH (LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT/LSM)
DENGAN ISTILAH GOOD CORPORATE. BAHKAN, PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE
DAPAT PULA DITERAPKAN DALAM PENGELOLAAN LEMBAGA SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN
DARI YANG PALING SEDERHANA HINGGA YANG BERSKALA BESAR, SEPERTI ARISAN,
PENGAJIAN, PERKUMPULAN OLAHRAGA DI TINGKAT RUKUN TETANGGA (RT), ORGANISASI
KELAS, HINGGA ORGANISASI DI ATASNYA.
DI INDONESIA, SUBSTANSI WACANA GOOD GOVERNANCE DAPAT
DIPADANKAN DENGAN ISTILAH PEMERINTAHAN YANG BAIK, BERSIH, DAN BERWIBAWA.
PEMERINTAHAN YANG BAIK ADALAH SIKAP DI MANA KEKUASAAN DILAKUKAN OLEH MASYARAKAT
YANG DIATUR OLEH BERBAGAI TINGKATAN PEMERINTAH NEGARA YANG BERKAITAN DENGAN
SUMBER-SUMBER SOSIAL, BUDAYA, POLITIK, SERTA EKONOMI. DALAM PRAKTIKNYA,
PEMERINTAHAN YANG BERSIH (CLEAN GOVERNANCE) ADALAH MODEL PEMERINTAHAN YANG
EFEKTIF, EFISIEN, JUJUR, TRANSPARAN, DAN BERTANGGUNG JAWAB.
SEJALAN DENGAN PRINSIP DI ATAS, PEMERINTAHAN YANG BAIK ITU
BERARTI BAIK DALAM PROSES MAUPUN HASIL-HASILNYA. SEMUA UNSUR DALAM PEMERINTAHAN
BISA BERGERAK SECARA SINERGIS, TIDAK SALING BERBENTURAN, DAN MEMPEROLEH
DUKUNGAN DARI RAKYAT. PEMERINTAHAN JUGA BISA DIKATAKAN BAIK JIKA PEMBANGUNAN
DAPAT DILAKUKAN DENGAN BIAYA YANG SANGAT MINIMAL NAMUN DENGAN HASIL YANG
MAKSIMAL. FAKTOR LAIN YANG TAK KALAH PENTING, SUATU PEMERINTAHAN DAPAT
DIKATAKAN BAIK JIKA PRODUKTIVITAS BERSINERGI DENGAN PENINGKATAN INDIKATOR
KEMAMPUAN EKONOMI RAKYAT, BAIK DALAM ASPEK PRODUKTIVITAS, DAYA BELI, MAUPUN
KESEJAHTERAAN SPIRITUALITASNYA.
UNTUK MENCAPAI KONDISI SOSIAL-EKONOMI DI ATAS, PROSES
PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN YANG BERLANGSUNG SECARA DEMOKRATIS MUTLAK DILAKUKAN.
SEBAGAI SEBUAH PARADIGMA PENGELOLAAN LEMBAGA NEGARA, GOOD AND CLEAN GOVERNANCE
DAPAT TERWUJUD SECARA MAKSIMAL JIKA DITOPANG OLEH DUA UNSUR YANG SALING
TERKAIT: NEGARA DAN MASYARAKAT MADANI YANG DI DALAMNYA TERDAPAT SEKTOR SWASTA.
NEGARA DENGAN BIROKRASI PEMERINTAHANNYA DITUNTUT UNTUK MENGUBAH POLA PELAYANAN
PUBLIK DARI PERSPEKTIF BIROKRASI ELITIS MENJADI BIROKRASI POPULIS. BIROKRASI
POPULI ADALAH TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BERORIENTASI MELAYANI DAN BERPIHAK
KEPADA KEPENTINGAN MASYARAKAT.
PADA SAAT YANG SAMA, SEBAGAI KOMPONEN DI LUAR BIROKRASI NEGARA,
SEKTOR SWASTA (CORPORATE SECTORS) HARUS PULA BERTANGGUNG JAWAB DALAM PROSES
PENGELOLAAN SEUMBER DAYA ALAM DAN PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK DENGAN MENJADIKAN
MASYARAKAT SEBAGAI MITRA STRATEGIS. DALAM HAL INI, SEBAGAI BAGIAN DARI
PELAKSANAAN GOOD AND CLEAN GOVERNANCE, DUNIA USAHA BERKEWAJIBAN UNTUK MEMILIKI
TANGGUNG JAWAB SOSIAL (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY/CSR), YAKNI DALAM BENTUK
KEBIJAKAN SOSIAL PERUSAHAAN YANG BERTANGGUNG JAWAB LANGSUNG DENGAN PENINGKATAN
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI MANA SUATU PERUSAHAAN BEROPERASI. BENTUK TANGGUNG
JAWAB SOSIAL (CSR) INI DAPAT DIWUJUDKAN DALAM PROGRAM-PROGRAM
PENGEMBANGAN MASYARAKAT (COMMUNITY EMPOWERMENT) DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN
HIDUP.
PRINSIP-PRINSIP POKOK GOOD AND CLEAN GOVERNANCE
UNTUK MERALISASIKAN PEMERINTAHAN YANG PROFESSIONAL DAN
AKUNTABEL YANG BERSTANDAR PADA PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE, LEMBAGA
ADMINISTRASI NEGARA (LAN) MERUMUSKAN SEMBILAN ASPEK FUNDAMENTAL (ASAS) DALAM
GOOD GOVERNANCE YANG HARUS DIPERHATIKAN, YAITU:
1). PARTISIPASI (PARTICIPATION)
2). PENEGAKKAN HUKUM (RULE OF LAW)
3). TRANSPARANSI (TRANSPARENCY)
4). RESPONSIF (RESPONSIVENESS)
5). ORIENTASI KESEPAKATAN (CONSENSUS ORIENTATION)
6). KESETARAAN (EQUITY)
7). EFEKTIVITAS (EFFECTIVENESS) DAN EFISIENSI (EFFICIENCY)
8). AKUNTABILITAS (ACCOUNTABILITY)
9). VISI STRATEGIS (STRATEGIC VISION)
1. PARTISIPASI
ASAS PARTISIPASI ADALAH BENTUK KEIKUTSERTAAN WARGA
MASYARAKAT DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN, BAIK LANGSUNG MAUPUN MELALUI LEMBAGA
PERWAKILAN YANG SAH BERDASARKAN PRINSIP DEMOKRASI YAKNI KEBEBASAN BERKUMPUL DAN
MENGUNGKAPKAN PENDAPAT SECARA KONSTRUKTIF. UNTUK MENDORONG PARTISIPASI
MASYARAKAT DALAM SELURUH ASPEK PEMBANGUNAN, TERMASUK DALAM SEKTOR-SEKTOR
KEHIDUPAN SOSIAL LAINNYA SELAIN KEGIATAN POLITIK, MAKA REGULASI BIROKRASI HARUS
DIMINIMALISASI.
PARADIGMA BIROKRASI SEBAGAI PUSAT PELAYANAN PUBLIK
SEYOGIANYA DIIKUTI DENGAN DEREGULASI BERBAGAI ATURAN, SEHINGGA PROSES SEBUAH
USAHA DAPAT DILAKUKAN DENGAN EFEKTIF DAN EFISIEN. EFISIENSI PELAYANAN PUBLIK
MELIPUTI PELAYANAN YANG TEPAT WAKTU DENGAN BIAYA MURAH. PARADIGAMA INI
TENTU SAJA MENGHAJATKAN PERUBAHAN ORIENTASI BIROKRASI DARI YANG DILAYANI
MENJADI BIROKRASI YANG MELAYANI.
2. PENEGAKKAN HUKUM
ASAS PENGAKKAN HUKUM ADALAH PENGELOLAAN PEMERINTAHAN YANG
PROFESIONAL HARUS DIDUKUNG OLEH PENEGAKKAN HUKUM YANG BERWIBAWA. TANPA DITOPANG
OLEH SEBUAH ATURAN HUKUM DAN PENEGAKKANNYA SECARA KONSEKUEN, PARTISIPASI PUBLIK
DAPAT BERUBAH MENJADI TINDAKAN PUBLIK YANG ANARKIS. PUBLIK MEMBUTUHKAN
KETEGASAN DAN KEPASTIAN HUKUM. TANPA KEPASTIAN DAN ATURAN HUKUM, PROSES POLITIK
TIDAK AKAN BERJALAN DAN TERTATA DENGAN BAIK.
SEHUBUNGAN DENGAN HAL TERSEBUT, REALISASI WUJUD GOOD AND
CLEAN GOVERNANCE, HARUS DIIMBANGI DENGAN KOMITMEN PEMERINTAH UNTUK MENEGAKKAN
HUKUM YANG MENGANDUNG UNSUR-UNSUR SEBAGAI BERIKUT:
A. SUPREMASI HUKUM (SUPREMACY OF LAW), YAKNI
SETIAP TINDAKAN UNSUR-UNSUR KEKUASAAN NEGARA, DAN PELUANG PARTISIPASI
MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA DIDASARKAN PADA HUKUM
DAN ATURAN YANG JELAS DAN TEGAS, DAN DIJAMIN PELAKSANAANNYA SECARA BENAR SERTA
INDEPENDEN. SUPREMASI HUKUM AKAN MENJAMIN TIDAK TERJADINYA TINDAKAN PEMERINTAH
ATAS DASAR DISKRESI (TINDAKAN SEPIHAK BERDASARKAN PADA KEWENANGAN YANG
DIMILIKINYA).
B. KEPASTIAN HUKUM (LEGAL CERTAINLY), BAHWA
SETIAP KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA DIATUR OLEH HUKUM YANG JELAS DAN
PASTI, TIDAK DUPLIKATIF DAN TIDAK BERTENTANGAN ANTARA SATU DENGAN LAINNYA.
C. HUKUM YANG RESPONSIF, YAKNI ATURAN-ATURAN HUKUM
DISUSUN BERDASARKAN ASPIRASI MASYARAKAT LUAS, DAN MAMPU MENGAKOMODASI BERBAGAI
KEBUTUHAN PUBLIK SECARA ADIL.
D. PENEGAKKAN HUKUM YANG KONSISTEN DAN
NONDISKRIMINATIF, YAKNI PENEGAKKAN HUKUM BERLAKU UNTUK SEMUA ORANG TANPA
PANDANG BULU. UNTUK ITU, DIPERLUKAN PENEGAK HUKUM YANG MEMILIKI INTEGRITAS
MORAL DAN BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP KEBENARAN HUKUM.
E. INDEPENDENSI PERADILAN, YAKNI PERADILAN YANG
INDEPENDEN BEBAS DARI PENGARUH PENGUASA ATAU KEKUATAN LAINNYA.
3. TRANSPARANSI
ASAS TRANSPARANSI ADALAH UNSUR LAIN YANG MENOPANG
TERWUJUDNYA GOOD AND CLEAN GOVERNANCE. AKIBAT TIDAK ADANYA PRINSIP TRANSPARAN INI,
MENURUT BANYAK AHLI, INDONESIA TELAH TERJEREMBAB KE DALAM KUBANGAN KORUPSI YANG
SANGAT PARAH. UNTUK TIDAK MENGULANGI PENGALAMAN MASA LALU DALAM PENGELOLAAN
KEBIJAKAN PUBLIK, KHUSUSNYA BIDANG EKONOMI, PEMERINTAH DI SEMUA TINGKATAN HARUS
MENERAPKAN PRINSIP TRANSPARANSI DALAM PROSES KEBIJAKAN PUBLIK. HAL INI MUTLAK
DILAKUKAN DALAM RANGKA MENGHILANGKAN BUDAYA KORUPSI DI KALANGAN PELAKSANA
PEMERINTAHAN BAIK PUSAT MAUPUN YANG DI BAWAHNYA.
DALAM PENGELOLAAN NEGARA TERDAPAT DELAPAN UNSUR YANG HARUS
DILAKUKAN SECARA TRANSPARAN, YAITU:
[IF !SUPPORTLISTS]A. [ENDIF]PENETAPAN
POSISI, JABATAN, ATAU KEDUDUKAN.
[IF !SUPPORTLISTS]B. [ENDIF]KEKAYAAN
PEJABAT PUBLIK.
[IF !SUPPORTLISTS]C. [ENDIF]PEMBERIAN
PENGHARGAAN.
[IF !SUPPORTLISTS]D. [ENDIF]PENETAPAN
KEBIJAKAN YANG TERKAIT DENGAN PENCERAHAN KEHIDUPAN.
[IF !SUPPORTLISTS]E. [ENDIF]KESEHATAN
[IF !SUPPORTLISTS]F. [ENDIF]MORALITAS
PARA PEJABAT DAN APARATUR PELAYANAN PUBLIK.
[IF !SUPPORTLISTS]G. [ENDIF]KEAMANAN
DAN KETERTIBAN.
[IF !SUPPORTLISTS]H. [ENDIF]KEBIJAKAN
STRATEGIS UNTUK PENCERAHAN KEHIDUPAN MASYARAKAT.
DALAM HAL PENETAPAN POSISI JABATAN PUBLIK HARUS DILAKUKAN
MELALUI MEKANISME TEST AND PROPER TEST (UJI KELAYAKAN) YANG DILAKUKAN
OLEH LEMBAGA-LEMBAGA INDEPENDEN. UJI KELAYAKAN BISA DILAKUKAN OLEH LEMBAGA
LEGISLATIF MAUPUN KOMISI INDEPENDEN, SEPERTI KOMISI YUDISIAL, KEPOLISIAN, DAN
PAJAK.
4. RESPONSIF
ASAS RESPONSIF ADALAH DALAM PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP GOOD
AND CLEAN GOVERNANCE BAHWA PEMERINTAH HARUS TANGGAP TERHADAP
PERSOALAN-PERSOALAN MASYARAKAT. PEMERINTAH HARUS MEMAHAMI KEBUTUHAN
MASYARAKATNYA, BUKAN MENUNGGU MEREKA MENYAMPAIKAN KEINGINAN-KEINGINANNYA,
TETAPI PEMERINTAH HARUS PROAKTIF MEMPELAJARI DAN MENGANALISIS
KEBUTUHAN-KEBUTUHAN MASYARAKAT.
SESUAI DENGAN ASAS RESPONSIF, SETIAP UNSUR PEMERINTAH HARUS
MEMILIKI DUA ETIKA, YAKNI:
A. ETIKA INDIVIDUAL
KUALIFIKASI ETIKA INDIVIDUAL MENUNTUT PELAKSANA BIROKRASI
PEMERINTAH AGAR MEMILIKI KRITERIA KAPABILITAS DAN LOYALITAS PROFESIONAL.
[IF !SUPPORTLISTS]B. ETIKA SOSIAL
ETIKA SOSIAL MENUNTUT PELAKSANA BIROKRASI PEMERINTAH
MEMILIKI SENSITIVITAS TERHADAP BERBAGAI KEBUTUHAN PUBLIK.
5. KONSENSUS (KESEPAKATAN)
ASAS KONSENSUS ADALAH BAHWA KEPUTUSAN APA PUN HARUS
DILAKUKAN MELALUI PROSES MUSYAWARAH MELALUI KONSENSUS. CARA PENGAMBILAN
KONSENSUS, SELAIN DAPAT MEMUASKAN SEMUA PIHAK ATAU SEBAGIAN BESAR PIHAK, CARA
INI AKAN MENGIKAT SEBAGIAN BESAR KOMPONEN YANG BERMUSYAWARAH DAN MEMILIKI
KEKUATAN MEMAKSA (COERSIVE POWER) TERHADAP SEMUA YANG TERLIBAT UNTUK
MELAKSANAKAN KEPUTUSAN TERSEBUT.
SEKALIPUN PARA PEJABAT PADA TINGKATAN TERTENTU DAPAT
MENGAMBIL KEBIJAKAN SECARA PERSONAL SESUAI BATAS KEWENANGANNYA, TETAPI
MENYANGKUT KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PENTING DAN BERSIFAT PUBLIK SEYOGIANYA
DIPUTUSKAN SECARA BERSAMA DENGAN SELURUH UNSUR TERKAIT. KEBIJAKAN INDIVIDUAL
HANYA DAPAT DILAKUKAN SEBATAS MENYANGKUT TEKNIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN, SESUAI
BATAS KEWENANGANNYA.
PARADIGMA INI PERLU DIKEMBANGKAN DALAM KONTEKS PELAKSANAAN
PEMERINTAHAN, KARENA URUSAN YANG MEREKA KELOLA ADALAH PERSOALAN-PERSOALAN
PUBLIK YANG HARUS DIPERTANGGUNGJAWABKAN KEPADA RAKYAT. SEMAKIN BANYAK YANG
TERLIBAT DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN SECARA PARTISIPATIF, MAKA AKAN
SEMAKIN BANYAK ASPIRASI DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT YANG TERWAKILI. SELAIN ITU,
SEMAKIN BANYAK YANG MELAKUKAN PENGAWASAN SERTA KONTROL TERHADAP
KEBIJAKAN-KEBIJAKAN UMUM, MAKA AKAN SEMAKIN TINGGI TINGKAT KEHATI-HATIANNYA,
DAN AKUNTABILITAS PELAKSANAANNYA DAPAT SEMAKIN DIPERTANGGUNGJAWABKAN.
6. KESETARAAN
ASAS KESETARAAN (EQUITY) ADALAH KESAMAAN DALAM
PERLAKUAN DAN PELAYANAN PUBLIK. ASAS KESETARAAN INI MENGHARUSKAN SETIAP
PELAKSANAAN PEMERINTAH UNTUK BERSIKAP DAN BERPERILAKU ADIL DALAM HAL PELAYANAN
PUBLIK TANPA MENGENAL PERBEDAAN KEYAKINAN, SUKU, JENIS KELAMIN, DAN KELAS
SOSIAL.
7. EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI
UNTUK MENUNJANG ASAS-ASAS YANG TELAH DISEBUTKAN DI ATAS,
PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH JUGA HARUS MEMENUHI KRITERIA EFEKTIF DAN
EFISIEN, YAKNI BERDAYA GUNA DAN BERHASIL GUNA. KRITERIA EFEKTIVITAS BIASANYA
DIUKUR DENGAN PARAMETER PRODUK YANG DAPAT MENJANGKAU SEBESAR-BESARNYA
KEPENTINGAN MASYARAKAT DARI BERBAGAI KELOMPOK DAN LAPISAN SOSIAL. ADAPUN, ASAS
EFISIENSI UMUMNYA DIUKUR DENGAN RASIONALITAS BIAYA PEMBANGUNAN UNTUK MEMENUHI
KEBUTUHAN SEMUA MASYARAKAT. SEMAKIN KECIL BIAYA YANG TERPAKAI UNTUK KEPENTINGAN
YANG TERBESAR, MAKA PEMERINTAHAN TERSEBUT TERMASUK DALAM KATEGORI PEMERINTAHAN
YANG EFISIEN.
8. AKUNTABILITAS
ASAS AKUNTABILITAS ADALAH PERTANGGUNGJAWABAN PEJABAT PUBLIK
TERHADAP MASYARAKAT YANG MEMBERINYA KEWENANGAN UNTUK MENGURUSI KEPENTINGAN
MEREKA. SETIAP PEJABAT PUBLIK DITUNTUT UNTUK MEMPERTANGGUNGJAWABKAN SEMUA
KEBIJAKAN, PERBUATAN, MORAL, MAUPUN NETRALIS SIKAPNYA TERHADAP MASYARAKAT.
INILAH YANG DITUNTUT DALAM ASAS AKUNTABILITAS DALAM UPAYA MENUJU PEMERINTAHAN
YANG BERSIH DAN BERWIBAWA.
9. VISI STRATEGIS
VISI STRATEGIS ADALAH PANDANGAN-PANDANGAN STRATEGIS UNTUK
MENGHADAPI MASA YANG AKAN DATANG. KUALIFIKASI INI MENJADI PENTING DALAM RANGKA
REALISASI GOOD AND CLEAN GOVERNANCE. DENGAN KATA LAIN, KEBIJAKAN APA PUN YANG
AKAN DIAMBIL SAAT INI, HARUS DIPERHITUNGKAN AKIBATNYA PADA SEPULUH ATAU DUA
PULUH TAHUN KE DEPAN. TIDAK SEKEDAR MEMILIKI AGENDA STRATEGIS UNTUK MASA YANG
AKAN DATANG, SEORANG YANG MENEMPATI JABATAN PUBLIK ATAU LEMBAGA PROFESIONAL
LAINNYA HARUS MEMPUNYAI KEMAMPUAN MENGANALISIS PERSOALAN DAN TANTANGAN YANG
AKAN DIHADAPI OLEH LEMBAGA YANG DIPIMPINNYA.
HUBUNGAN GOOD GOVERNANCE DENGAN PELAYANAN PUBLIK
1. GOOD AND CLEAN GOVERNANCE DAN KONTROL SOSIAL
SEJALAN DENGAN PRINSIP DEMOKRASI, PARTISIPASI MASYARAKAT
MERUPAKAN SALAH SATU TUJUAN DARI IMPLEMENTASI GOOD AND CLEAN GOVERNANCE.
KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PROSES PENGOLAHAN LEMBAGA PEMERINTAHAN PADA
AKHIRNYA AKAN MELAHIRKAN KONTROL SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP JALANNYA
PENGELOLAAN LEMBAGA PEMERINTAHAN. KONTROL MASYARAKAT AKAN BERDAMPAK PADA TATA
PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP POKOK GOOD AND
CLEAN GOVERNANCE, SETIDAKNYA DAPAT DILAKUKAN MELALUI PELAKSANAAN PRIORITAS
PROGRAM, YAKNI:
A. PENGUATAN FUNGSI DAN PERAN LEMBAGA PERWAKILAN.
PENGATURAN PERAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT, MPR, DPR, DAN DPRD, MUTLAK
DILAKUKAN DALAM RANGKA PENINGKATAN FUNGSI MEREKA SEBAGAI PENGONTROL JALANNYA
PEMERINTAHAN.
SELAIN MELALUKAN CHECK AND BALANCE, LEMBAGA
LEGISLATIVE HARUS PULA MAMPU MENYERAP DAN MENGARTIKULASIKAN ASPIRASI MASYARAKAT
DALAM BENTUK USULAN PEMBANGUNAN YANG BERORIENTASI PADA KEPENTINGAN MASYARAKAT
KEPADA LEMBAGA EKSEKUTIF.
B. KEMANDIRIAN LEMBAGA PERADILAN. UNTUK
MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BERDASARKAN PRINSIP GOOD
AND CLEAN GOVERNANCE PENINGKATAN PROFESIONALITAS APARAT PENEGAK HUKUM DAN
KEMANDIRIAN LEMBAGA PERADILAN MUTLAK DILAKUKAN. AKUNTABILITAS APARAT PENEGAK
HUKUM DAN LEMBAGA YUDIKATIF MERUPAKAN PILAR YANG MENENTUKAN DALAM PENEGAKKAN
HUKUM DAN KEADILAN.
C. PROFESIONALITAS DAN INTEGRITAS APARATUR
PEMERINTAH. PERUBAHAN PARADIGMA APARATUR NEGARA DARI BIROKRASI POPULIS
(PELAYAN MASYARAKAT) HARUS DIBARENGI DENGAN PENINGKATAN PROFESIONALITAS DAN
INTEGRITAS MORAL JAJARAN BIROKRASI PEMERINTAH. AKUNTABILITAS JAJARAN BIROKRASI
AKAN BERDAMPAK PADA NAIKNYA AKUNTABILITAS DAN LEGITIMASI BIROKRASI ITU SENDIRI.
APARATUR BIROKRASI YANG MEMPUNYAI KARAKTER TERSEBUT DAPAT BERSINERGI DENGAN
PELAYANAN BIROKRASI SECARA CEPAT, EFEKTIF, DAN BERKUALITAS.
D. [ENDIF]PENGUATAN PARTISIPASI MASAYARAKAT
MADANI (CIVIL SOCIETY). PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT
ADALAH UNSURE PENTING LAINNYA DALAM MEREALISASIKAN PEMERINTAH YANG BERSIH DAN
BERWIBAWA. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES KEBIJAKAN PUBLIK MUTLAK
DILAKUKAN DAN DIFASILITASI OLEH NEGARA (PEMERINTAH).
PERAN AKTIF MASYARAKAT DALAM PROSES KEBIJAKAN PUBLIC PADA
DASARNYA DIJAMIN OLEH PRINSIP-PRINSIP HAM. MASYARAKAT MEMPUNYAI HAK ATAS
INFORMASI, HAK UNTUK MENYAMPAIKAN USULAN, DAN HAK UNTUK MELAKUKAN KRITIK
TERHADAP BERBAGAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. KRITIK DAPAT DILAKUKAN MELALUI
LEMBAGA-LEMBAGA PERWAKILAN, PERS, MAUPUN DILAKUKAN SECARA LANGSUNG LEWAT
DIALOG-DIALOG TERBUKA DENGAN JAJARAN BIROKRASI BERSAMA LSM, PARTAI POLITIK,
MAUPUN ORGANISASI SOSIAL LAINNYA.
E. PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT DALAM RANGKA
OTONOMI DAERAH. UNTUK MEREALISASIKAN PRINSIP-PRINSIP GOOD AND CLEAN
GOVERNANCE, KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH DAPAT DIJADIKAN SEBAGAI MEDIA TRANSFORMASI
PERWUJUDAN MODEL PEMERINTAHAN YANG MENOPANG TUMBUHNYA KULTUR DEMOKRASI DI
INDONESIA.
LAHIRNYA UU NO. 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAH DAERAH
TELAH MEMBERIKAN KEWENANGAN PADA DAERAH UNTUK MELAKUKAN PENGELOLAAN DAN
MEMAJUKAN MASYARAKAT DALAM POLITIK, EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA DALAM
KERANGKA MENJAGA KEUTUHAN NKRI. DENGAN PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH TERSEBUT, PENCAPAIAN
TINGKAT KESEJAHTERAAN DAPAT DIWUJUDKAN SECARA LEBIH CEPAT YANG PADA AKHIRNYA
AKAN MENDORONG KEMANDIRIAN MASYARAKAT.
2. GOOD AND CLEAN GOVERNANCE DAN KINERJA BIROKRASI PELAYANAN
PUBLIK
PELAYANAN UMUM ATAU PELAYANAN PUBLIK ADALAH PEMBERIAN JASA
BAIK OLEH PEMERINTAH, PIHAK SWASTA, ATAS NAMA PEMERINTAH ATAUPUN ATAS NAMA
PIHAK SWASTA KEPADA MASYARAKAT, DENGAN ATAU TANPA PEMBAYARAN GUNA MEMENUHI
KEBUTUHAN DAN/ATAU KEPENTINGAN MASYARAKAT. DENGAN DEMIKIAN, YANG BISA
MEMBERIKAN PELAYANAN PUBLIK KEPADA MASYARAKAT LUAS BUKAN HANYA INSTANSI
PEMERINTAH, MELAINKAN JUGA PIHAK SWASTA. PELAYANAN PUBLIK YANG DIJALANKAN OLEH
INSTANSI PEMERINTAH BERMOTIF SOSIAL DAN POLITIK, YAKNI MENJALANKAN TUGAS POKOK
SERTA MENCARI DUKUNGAN SUARA. ADAPUN, PELAYANAN PUBLIK OLEH PIHAK SWASTA
BERMOTIF EKONOMI, YAKNI MENCARI KEUNTUNGAN.
PELAYANAN PUBLIK KEPADA MASYARAKAT BISA DIBERIKAN SECARA
CUMA-CUMA ATAUPUN DISERTAI DENGAN PEMBAYARAN. PELAYANAN PUBLIK YANG BERSIFAT
CUMA-CUMA SEBENARNYA MERUPAKAN KOMPENSASI DARI PAJAK YANG TELAH DIBAYAR OLEH
MASYARAKAT ITU SENDIRI. ADAPUN, PEMBERIAN PELAYANAN PUBLIK YANG DISERTAI DENGAN
PENARIKAN BAYARAN, PENENTUAN TARIFNYA DIDASARKAN PADA HARGA PASAR ATAUPUN
DIDASARKAN MENURUT HARGA YANG PALING TERJANGKAU BUKAN BERDASARKAN KETENTUAN
SEPIHAK APARAT ATAU INSTANSI PEMERINTAH. DALAM HALI INI RASIONALITAS DAN
TRANSPARANSI BIAYA PELAYANAN PUBLIK HARUS DIJALANKAN OLEH APARAT PELAYANAN
PUBLIK, DEMI TERCAPAINYA PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD AND CLEAN GOVERNANCE.
ADA BEBERAPA ALASAN MENGAPA PELAYANAN PUBLIK MENJADI TITIK
STRATEGIS UNTUK MEMULAI PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN GOOD AND CLEAN GOVERNANCE DI
INDONESIA. PERTAMA, PELAYANAN PUBLIK SELAMA INI MENJADI AREA DI MANA
NEGARA YANG DIWAKILI PEMERINTAH BERINTERAKSI DENGAN LEMBAGA NONPEMERINTAH.
KEBERHASILAN DALAM PELAYANAN PUBLIK AKAN MENDORONG TINGGINYA DUKUNGAN
MASYARAKAT TERHADAP KERJA BIROKRASI; KEDUA, PELAYANAN PUBLIK ADALAH
WILAYAH DI MANA BERBAGAI ASPEK GOOD AND CLEAN GOVERNANCE BISA DIARTIKULASIKAN
SECARA LEBIH MUDAH; KETIGA, PELAYANAN PUBLIK MELIBATKAN KEPENTINGAN
SEMUA UNSUR GOVERNANCE, YAITU PEMERINTAH, MASAYARAKAT, DAN MEKANISME PASAR.
DENGAN DEMIKIAN, PELAYANAN PUBLIC MENJADI TITIK PANGKAL EFEKTIFNYA KINERJA
BIROKRASI.
KINERJA BIROKRASI ADALAH UKURAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF
YANG MENGGAMBARKAN TINGKAT PENCAPAIAN SASARAN ATAU TUJUAN YANG TELAH DITETAPKAN
DENGAN MEMPERHITUNGKAN ELEMEN-ELEMEN INDIKATOR SEBAGAI BERIKUT:
1. INDIKATOR MASUKAN (INPUTS) ADALAH SEGALA
SESUATU YANG DIBUTUHKAN AGAR BIROKRASI MAMPU MENGHASILKAN PRODUKNYA, BAIK
BARANG ATAU JASA, YANG MELIPUTI SUMBER DAYA MANUSIA, INFORMASI, KEBIJAKAN, DAN
SEBAGAINYA.
2. INDIKATOR PROSES (PROCESS) YAITU
SESUATU YANG BERKAITAN DENGAN PROSES PEKERJAAN BERKAITAN DENGAN KESESUAIAN
ANTARA PERENCANAAN DENGAN PELAKSANAAN YANG DIHARAPKAN LANGSUNG DICAPAI DARI
SUATAU KEGIATAN YANG BERUPA FISIK ATAUPUN NONFISIK.
3. INDIKATOR PRODUK (OUTPUTS) YAITU SESUATU YANG
DIHARAPKAN LANGSUNG DICAPAI DARI SUATU KEGIATAN YANG BERUPA FISIK ATAUPUN
NONFISIK.
4. INDIKATOR HASIL (OUTCOMES) ADALAH SEGALA
SESUATU YANG MENCERMINKAN BERFUNGSINYA PRODUK KEGIATAN PADA JANGKA MENENGAH
(EFEK LANGSUNG).
5. INDIKATOR MANFAAT (BENEFIT) ADALAH SESUATU
YANG TERKAIT DENGAN TUJUAN AKHIR DARI PELAKSANAAN KEGIATAN.
6. INDIKATOR DAMPAK (IMPACTS) ADALAH
PENGARUH YANG DITIMBULKAN, BAIK POSITIF MAUPUN NEGATIVE PADA SETIAP TINGKATAN
INDIKATOR BERDASARKAN ASUMSI YANG TELAH DITETAPKAN.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA BIROKRASI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA BIROKRASI ANTARA
LAIN: MANAJEMEN ORGANISASI DALAM MENERJEMAHKAN DAN MENYELARASKAN TUJUAN
BIROKRASI; BUDAYA KERJA DAN ORGANISASI PADA BIROKRASI; KUALITAS SUMBER DAYA
MANUSIA YANG DIMILIKI BIROKRASI; DAN KEPEMIMPINAN BIROKRASI YANG EFEKTIF DAN
KOORDINASI KERJA PADA BIROKRASI. FAKTOR-FAKTOR INI AKAN MENENTUKAN LANCAR ATAU
TIDAKNYA SUATU BIROKRASI DALAM MENCAPAI TUJUAN YANG TELAH DITETAPKAN.
SELAIN ITU, KINERJA BIROKRASI DI MASA DEPAN AKAN DIPENGARUHI
OLEH FAKTOR-FAKTOR SEBAGAI BERIKUT:
(A). STRUKTUR BIROKRASI SEBAGAI HUBUNGAN INTERNAL, YANG
BERKAITAN DENGAN FUNGSI YANG MENJALANKAN AKTIVITAS BIROKRASI.
(B). KEBIJAKAN PENGELOLAAN, BERUPA VISI, MISI, TUJUAN,
SASARAN, DAN TUJUAN DALAM PERENCANAAN STRATEGIS PADA BIROKRASI.
(C). SUMBER DAYA MANUSIA, YANG BERKAITAN DENGAN KUALITAS
KERJA DAN KAPASITAS DIRI UNTUK BEKERJA DAN BERKARYA SECARA OPTIMAL.
(D). SISTEM INFORMASI MANAJEMEN, YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENGELOLAAN DATABASE DALAM KERANGKA MEMPERTINGGI KINERJA
BIROKRASI.
(E). SARANA DAN PRASARANA YANG DIMILIKI, YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENGGUNAAN TEKNOLOGI BAGI PENYELENGGARAAN BIROKRASI PADA SETIAP AKTIVITAS
BIROKRASI.
KORUPSI PENGHAMBAT UTAMA GOOD AND CLEAN GOVERNANCE
ARUS DERAS DEMOKRASI DI INDONESIA MENGHADAPI KENDALA SANGAT
SERIUS YAKNI PERILAKU KORUP DI KALANGAN PENYELENGGARA NEGARA, PEGAWAI
PEMERINTAH, MAUPUN WAKIL RAKYAT. HAMPIR SETIAP HARI MASYARAKAT DIBANJIRI DENGAN
BERITA KASUS-KASUS PENYALAHGUNAAN KEKUASAAN MELALUI TINDAKAN PENCURIAN UANG
RAKYAT. HAL YANG SANGAT MEMPRIHATINKAN, PARTAI POLITIK DAN DUNIA PENDIDIK PUN
TERNYATA TIDAK BEBAS DARI PRAKTIK-PRAKTIK KORUPSI. OTONOMI DAERAH YANG SELAMA
INI DILAKUKAN MASIH DIWARNAI OLEH PENGALIHAN TRADISI KORUPSI DI PUSAT
PEMERINTAHAN KE DAERAH. TINDAKAN PENYALAHGUNAAN ANGGARAN PEMBANGUNAN DAN BIAYA
DAERAH (APBD) YANG DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH (PEMDA) DAN ANGGOTA
LEGISLATIF (DPRD) TAK KALAH RAMAINYA DIBERITAKAN OLEH MEDIA MASSA. PENGAWASAN
YANG DILAKUKAN OLEH SEJUMLAH LEMBAGA, SEPERTI BADAN PENGAWAS KEUANGAN DAN
PEMBANGUNAN (BPKP) DAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) MAUPUN LEMBAGA
SWADAYA MASYARAKAT (LSM), SEAKAN BELUM CUKUP UNTUK MENGIKIS TINDAKAN KORUPSI DI
KALANGAN PEJABAT NEGARA.
MENURUT BADAN PENGAWAS KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP),
KORUPSI MERUPAKAN TINDAKAN YANG MERUGIKAN KEPENTINGAN UMUM DAN MASYARAKAT LUAS
DEMI KEPENTINGAN PRIBADI ATAU KELOMPOK TERTENTU. KASUS-KASUS KORUPSI INDONESIA
TIDAKLAH BERDIRI SENDIRI. BANYAK KALANGAN KORUPSI KOLEKTIF BANYAK DILAKUKAN
PARA POLITISI DI SAAT MEREKA MELAKUKAN DAN MENENTUKAN ANGGARAN PEMBANGUNAN
HINGGA PENYELENGGARAAN TENDER PROYEK DAN PELAKSANAAN PROYEK PEMBANGUNAN.
BISA DIBAYANGKAN BERAPA KERUGIAN NEGARA JIKA KORUPSI SUDAH
DILAKUKAN OLEH PENYELENGGARA NEGARA SEJAK DARI HULU KE HILIR
PEMBANGUNAN. BANYAKNYA BANGUNAN SEKOLAH YANG ROBOH SEBELUM WAKTUNYA, DAN
YANG PALING SPEKTAKULER, AMBRUKNYA JEMBATAN KUTAI KERTANEGARA (KUKER) DI KALIMANTAN
TIMUR PADA NOVEMBER 2011 MERUPAKAN DI ANTARA KEJADIAN YANG TIDAK BISA
DILEPASKAN DARI PRAKTIK-PRAKTIK KORUPSI SELAMA PROSES PERENCANAAN DAN
PELAKSANAAN PEMBANGUNANNYA. KEJADIAN-KEJADIAN INI MASIH DIRAMAIKAN DENGAN
PRAKTIK POLITIK UANG (MONEY POLITICS) DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN
PIMPINAN PARTAI POLITIK MAUPUN SUAP MENYUAP YANG DILAKUKAN OLEH MASYARAKAT
TERHADAP APARAT HUKUM DAN PEMERINTAHAN DALAM HAL PELAYANAN PUBLIC. TAK
MENGHERANKAN JIKA POSISI INDONESIA MASIH TERTINGGAL OLEH BANYAK NEGARA DI DUNIA
DALAM HAL PEMBERANTASAN KORUPSI. PRESTASI YANG TIDAK SIGNIFIKAN DIBANDINGKAN
DENGAN CAPAIAN INDONESIA DALAM HAL DEMOKRASI.
MENURUT DATA INDEKS PERSEPSI KORUPSI (CORRUPTION
PERCEPTION INDEX) 2011 YANG DILANSIR OLEH SITUS RESMI TRANSPARANSI INTERNASIONAL,
DALAM HAL PERSEPSI PUBLIK TERHADAP KORUPSI SEKTOR PUBLIK, INDONESIA MASUK DI
URUTAN KE-100 DUNIA DENGAN SKOR RENDAH (3). SEMENTARA DI ANTARA NEGARA-NEGARA
DI KAWASAN ASIA PASIFIK, INDONESIA BERTANDANG DI URUTAN KE-20. DARI DATA
MUTAKHIR INI TAMPAKNYA INDONESIA MASIH MEMBUTUHKAN KERJA KERAS, KHUSUSNYA
PEMERINTAH, DALAM UPAYA-UPAYA PENCEGAHAN DAN TINDAKAN KORUPSI DI KALANGAN
PENYELENGGARA PEMERINTAHAN. DALAM RANAH HUKUM, PEMBERIAN VONIS YANG BERAT DAN
PEMBUKTIAN TERBALIK BAGI PELAKU KORUPSI DINILAI BANYAK KALANGAN SUDAH
SEHARUSNYA DILAKUKAN OLEH INDONESIA. BERSAMAAN DENGAN INI, SANKSI SOSIAL DAN
POLITIK ADALAH SANGAT WAJAR DIBERIKAN MASYARAKAT TERHADAP KORUPTOR. UNTUK
MEWUJUDKAN MASYARAKAT INDONESIA YANG ANTIKORUPTOR, PERAN MEDIA MASSA, DUNIA
PENDIDIKAN, DAN ORGANISASI SOSIAL KEAGAMAAN DALAM KAMPANYE ANTIKORUPSI DAN
PEMBERIAN APRESIASI KEPADA MEREKA YANG JUJUR MUTLAK DILAKUKAN.
GERAKAN ANTI KORUPSI
JEREMY POPE MENAWARKAN STRATEGI UNTUK MEMBERANTAS
KORUPSI YANG MENGEDEPANKAN KONTROL KEPADA DUA UNSUR PALING BERPERAN DI DALAM
TINDAKAN KORUPSI. PERTAMA, PELUANG KORUPSI; KEDUA, KEINGINAN
KORUPSI. MENURUTNYA, KORUPSI TERJADI JIKA PELUANG DAN KEINGINAN DALAM WAKTU
BERSAMAAN. PELUANG DAPAT DIKURANGI DENGAN CARA MENGADAKAN PERUBAHAN SISTEMATIS,
SEDANGKAN KEINGINAN DAPAT DIKURANGI DENGAN CARA MEMBALIKKAN SIASAT “LABA
TINGGI, RESIKO RENDAH” MENJADI “LABA RENDAH, RESIKO TINGGI” DENGAN CARA
MENEGAKKAN HUKUM DAN MENAKUTI SECARA EFEKTIF, DAN MENEGAKKAN MEKANISME
AKUNTABILITAS.
PADA HAKIKATNYA, KORUPSI TIDAK DAPAT DITANGKAL HANYA DENGAN
SATU CARA. PENANGGULANGAN KORUPSI HARUS DILAKUKAN DENGAN PENDEKATAN
KOMPREHENSIF, SISTEMIS, DAN TERUS-MENERUS. PENANGGULANGAN TINDAKAN KORUPSI
DAPAT DILAKUKAN ANTARA LAIN DENGAN: PERTAMA, ADANYA POLITICAL WILL
DAN POLITICAL ACTION DARI PEJABAT NEGARA DAN PIMPINAN LEMBAGA PEMERINTAH
PADA SETIAP SATUAN KERJA ORGANISASI UNTUK MELAKUKAN LANGKAH PROAKTIF PENCEGAHAN
DAN PEMBERANTASAN PERILAKU DAN TINDAK PIDANA KORUPSI. TANPA KEMAUAN KUAT
PEMERINTAH UNTUK MEMBERANTAS KORUPSI DI SEGALA LINI PEMERINTAHAN, KAMPANYE
PEMBERANTASAN KORUPSI HANYA SLOGAN KOSONG BELAKA.
KEDUA, PENEGAKKAN HUKUM SECARA TEGAS DAN
BERAT. PROSES EKSEKUSI MATI BAGI KORUPTOR DI CINA, MISALNYA TELAH MEMBUAT
SEJUMLAH PEJABAT TINGGI DAN PENGUSAHA DI NEGERI INI MENJADI JERA UNTUK
MELAKUKAN TINDAK KORUPSI. HAL YANG SAMA TERJADI PULA DI NEGARA-NEGARA MAJU DI
ASIA, SEPERTI KOREA SELATAN, SINGAPURA, DAN JEPANG, TERMASUK NEGARA YANG TIDAK
KENAL KOMPROMI DENGAN PELAKU KORUPSI. TINDAKAN INI MERUPAKAN SHOCK THERAPY
UNTUK MEMBUAT TINDAKAN KORUPSI BERHENTI.
KETIGA, MEMBANGUN LEMBAGA-LEMBAGA YANG
MENDUKUNG UPAYA PENCEGAHAN KORUPSI, MISALNYA KOMISI OMBUDSMAN SEBAGAI LEMBAGA
YANG MEMERIKSA PENGADUAN PELAYANAN ADMINISTRASI PUBLIK YANG BURUK. PADA
BEBERAPA NEGARA, MANDAT OMBUDSMAN MENCAKUP PEMERIKSAAN DAN INSPEKSI ATAS SISTEM
ADMINISTRASI PEMERINTAH DALAM HAL KEMAMPUANNYA MENCEGAH TINDAKAN KORUPSI APARAT
BIROKRASI. DI INDONESIA TELAH DIBENTUK KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK), TIM
PENUNTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (TIMTASTIPIKOR) DENGAN TUGAS MELAKUKAN INVESTIGASI
INDIVIDU DAN LEMBAGA, KHUSUSNYA APARATUR DI PEMERINTAH YANG MELAKUKAN KORUPSI.
SELAIN LEMBAGA BENTUKAN PEMERINTAH, MASYARAKAT JUGA MEMBENTUK MISI TERSEBUTT,
SEPERTI INDONESIA CORPORATION WATCH (ICW) DAN LEMBAGA SEJENIS.
KEEMPAT, MEMBANGUN MEKANISME PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN YANG MENJAMIN TERLAKSANANYA PRAKTIK GOOD AND CLEAN GOVERNANCE,
BAIK DI SEKTOR PEMERINTAH, SWASTA, ATAU ORGANISASI KEMASYARAKATAN.
KELIMA, MEMBERIKAN PENDIDIKAN ANTIKORUPSI, BAIK
MELALUI PENDIDIKAN FORMAL MAUPUN NONFORMAL. DALAM PENDIDIKAN FORMAL, SEJAK
PENDIDIKAN DASAR SAMPAI PERGURUAN TINGGI DIAJARKAN BAHWA NILAI KORUPSI ADALAH
BENTUK LAIN DARI KEJAHATAN.
KEENAM, GERAKAN AGAMA ANTIKORUPSI, YAITU
GERAKAN MEMBANGUN KESADARAN KEAGAMAAN DAN MENGEMBANGKA SPIRITUAL ANTIKORUPSI.
KESIMPULAN
TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH (GOOD AND
CLEAN GOVERNANCE) MERUPAKAN SEGALA HAL YANG TERKAIT DENGAN MODEL PEMERINTAHAN
YANG EFEKTIF, EFISIEN, JUJUR, TRANSPARAN, DAN BERTANGGUNG JAWAB. SEMUA UNSUR
DALAM PEMERINTAHAN BISA BERGERAK SECARA SINERGIS, TIDAK SALING BERBENTURAN, DAN
MEMPEROLEH DUKUNGAN DARI RAKYAT.
BERBAGAI PERMASALAHAN NASIONAL MENJADI ALASAN BELUM
MAKSIMALNYA GOOD AND CLEAN GOVERNANCE. DENGAN MELAKSANAKAN PRINSIP-PRINSIP GOOD
AND CLEAN GOVERNANCE, MAKA TIGA PILARNYA YAITU PEMERINTAH, KORPORASI, DAN
MASYARAKAT SIPIL, SALING MENJAGA, MENSUPPORT DAN BERPATISIPASI AKTIF
DALAM PENYELENGGARAAN NEGARA. PEMERINTAH DAN MASYARAKAT MENJADI BAGIAN PENTING
TERCAPAINYA GOOD GOVERNANCE. GOOD GOVERNANCE TIDAK AKAN BISA TERCAPAI APABILA
INTEGRITAS PEMERINTAH DALAM MENJALANKAN PEMERINTAH TIDAK DAPAT DIJAMIN. HUKUM
HANYA AKAN MENJADI BUMERANG YANG BISA BALIK MENYERANG NEGARA DAN PEMERINTAH
MENJADI LEBIH BURUK APABILA TIDAK DIPAKAI SEBAGAIMANA MESTINYA. KONSISTENSI
PEMERINTAH DAN MASYARAKAT HARUS TERJAMIN SEBAGAI WUJUD PERAN MASING-MASING
DALAM PEMERINTAH. SETIAP PIHAK HARUS BERGERAK DAN MENJALANKAN TUGASNYA SESUAI
DENGAN KEWENANGAN MASING-MASING.