Judul :
City Of Ember
Tema : Kemanusiaan
Durasi : 95 menit
Genre : Adventure, Fantasi
Pemain : Bill Murray, Saoirse
Ronan, Harry Treadaway, Mackenzie Crook
Sutradara : Gil Kenan
Penulis : Caroline
Thompson, Jeanne Duprau (Novel)
Review
City of Ember (2008) merupakan film
fiksi-ilmiah keluarga yang diadaptasi dari buku berjudul sama karya Jeanne
Duprau. Film arahan Gil Kenan ini dibintangi oleh aktor-aktris muda pendatang
baru yakni, Harry Treadaway serta Saoirse Ronan dengan didampingi aktor-aktor
senior seperti Bill Murray dan Tim Robbins.
Alkisah bumi di ambang kehancuran maka untuk menyelamatkan umat
manusia dibangunlah sebuah kota bernama Ember, jauh di bawah permukaan tanah.
Para petinggi sepakat untuk mengisisolasi manusia selama 200 tahun lamanya
untuk memastikan bumi telah pulih seperti sediakala. Secara turun temurun para
pemimpin kota Ember diwasiati sebuah kotak berisi informasi tentang rahasia
Ember dan asal-usul manusia. Dua ratus tahun telah lewat dan kotak wasiat telah
dilupakan oleh umat manusia di Ember. Sumber energi Kota Ember sangat
tergantung dari sebuah generator tua yang kondisinya kini telah rusak dan
seluruh kota terancam gelap-gulita. Di tengah suasana serba sulit, Lina
Mayfleet, seorang remaja menemukan kotak wasiat milik leluhurnya, bersama
rekannya Doon Harrow, ia berusaha mengungkap jalan rahasia keluar Kota Ember.
Satu hal yang tak diduga adalah plot filmnya yang bertempo cepat
dengan durasi waktu cerita yang relatif singkat. Plot filmnya dimulai pada
suatu masa dimana kota Ember berada di ambang kegelapan abadi. Kita tidak
melihat penduduk kota Ember yang riang gembira (normal) dalam kesehariannya
namun sebaliknya senantiasa gelisah dan cemas setiap kali listrik padam lebih
lama dari biasanya. Sebuah pilihan plot yang cukup efektif mengingat fokus
penekanan cerita adalah bagaimana Lina dan Doon mencari jalan keluar kota
Ember. Cuma itu saja! Hal ini tentu saja menimbulkan banyak pertanyaan seputar
informasi latar belakang peristiwa serta para karakternya. Jika memang stok
makanan menipis tak jelas bagaimana para penduduk kota menganstisipasinya.
Lantas selama ini mereka makan apa? Untuk apa Pak Walikota mencuri persediaan
makanan jika nantinya seluruh kota gelap gulita? Mengapa tidak mencari jalan
keluar saja lebih awal? Tak jelas bagaimana Lina dan adiknya bisa ditinggal
kedua orang tuanya. Kenapa pula ayah Doon tidak meneruskan niatnya mencari
jalan keluar. Entahlah ini semua bisa jadi tidak penting namun tetap saja
dirasakan menganggu.
Satu hal yang menjadi kunci keberhasilan filmnya adalah setting
kota Ember yang sangat meyakinkan. Kota Ember yang indah berwarna keemasaan
bermandikan cahaya lampu dibangun begitu luas dan menawan. Angkasa bak dipenuhi
ratusan bintang (lampu) yang menerangi seluruh penjuru kota. Suasana kota yang
terang benderang sangat kontras dengan suasana di areal mesin generator yang
penuh dengan pipa-pipa serta lorong-lorong yang gelap. Ruang demi ruang
dirancang begitu detil dengan karakternya masing-masing, namun satu kesamaan,
mereka semua tampak telah berumur dan tak terawat (kumuh). Setting kota
menjadi kunci utama karena hampir seluruh cerita film mengambil tempat disini.
Kota Ember adalah inti cerita filmnya. Bukan hal mudah membangun kota
artifisial dengan begitu meyakinkan seperti ini.
City of Ember mampu menyajikan sebuah tontonan yang
menghibur meskipun nyaris semua lokasi cerita berada dalam studio. Pemain yang
menonjol tercatat hanyalah aktris muda, Saoirse Ronan yang bermain sangat baik
sebagai Lina Mayfleet. Aktor-aktor kawakan seperti Murray dan Robbins justru
bermain biasa dan mudah untuk kita lupakan. Satu hal yang dirasa kurang
sepertinya adalah durasi film yang terlalu cepat serta plot pendukung yang
terlalu minim. Tak ada pesan moral yang penting. Film ini secara sederhana
hanya menggambarkan kegigihan para remaja kota Ember menghadapi segala
rintangan untuk mencari kebebasan.
No comments:
Post a Comment