Friday, June 8, 2018

BAB III

BAB III 
GAMBARAN KAWASAN


3.1. Gambaran Kawasan
Gereja ini terletak di Jalan Katedral, Jakarta Pusat. Rumah ibadah ini berdekatan dengan Masjid Istiqlal dan Gereja Immanuel yang sering kali dilambangkan sebagai toleransi dan kerukunan umat beragama di Indonesia. Bangunan ini tidak seperti penampakkan gedung- gedung yang ada di sekitarnya. Gereja Katedral Jakarta memiliki gaya bangunan yang mencirikan bangunan dengan gaya Eropa.

Selain bentuk bangunannya yang terkesan mewah, Gereja Katedral Jakarta juga memiliki sejarah yang cukup panjang, mengingat betapa sulitnya agama Katolik dapat masuk ke Nusantara di zaman koloni Belanda. Hal ini dikarenakan Belanda adalah negara yang menganut agama Protestan dan kerajaan Belanda tunduk terhadap Gereja Protestan, yang mengakibatkan sulitnya menyebarkan agama lain di Nusantara pada saat itu. Terlebih lagi agama Katolik adalah agama kekaisaran Roma sehingga ditakutkan menimbulkan ancaman bagi Negara Belanda. Maka jadilah Katedral Jakarta sebagai salah satu saksi perjalanan berkembangnya agama Katolik di Indonesia, khusunya kota Jakarta.

3.2. Gaya Bangunan
Jejak-jejak gaya bangunan Eropa dan keindahannya meninggalkan bekas di Jakarta dan masih dapat dilihat bahkan sampai sekarang. Bangunan-bangunan tersebut masih berdiri kokoh setelah ratusan tahun walaupun telah beberapa kali mengalami pemugaran.
Gereja ini terletak di Jalan Katedral, Jakarta Pusat. Rumah ibadah ini berdekatan dengan Masjid Istiqlal dan Gereja Immanuel yang sering kali dilambangkan sebagai toleransi dan kerukunan umat beragama di Indonesia. Bangunan ini tidak seperti penampakkan gedung- gedung yang ada di sekitarnya. Gereja Katedral Jakarta memiliki gaya bangunan yang mencirikan bangunan dengan gaya Eropa.
Selain bentuk bangunannya yang terkesan mewah, Gereja Katedral Jakarta juga memiliki sejarah yang cukup panjang, mengingat betapa sulitnya agama Katolik dapat masuk ke Nusantara di zaman koloni Belanda. Hal ini dikarenakan Belanda adalah negara yang menganut agama Protestan dan kerajaan Belanda tunduk terhadap Gereja Protestan, yang mengakibatkan sulitnya menyebarkan agama lain di Nusantara pada saat itu. Terlebih lagi agama Katolik adalah agama kekaisaran Roma sehingga ditakutkan menimbulkan ancaman bagi Negara Belanda. Maka jadilah Katedral Jakarta sebagai salah satu saksi perjalanan berkembangnya agama Katolik di Indonesia, khusunya kota Jakarta.
3.3. Masuknya Agama Katolik di Indonesia
Agama Katolik sebenanrya telah hadir jauh sebelum kedatangan Belanda ke Indonesia. Agama ini dibawa oleh pedagang-pedagang dari Potrugis. Namun sejak hadirnya Verenigde Oostindische Compagnie (V.O.C) di Nusantara, agama Katolik dilarang penyebarannya. Umat Katolik juga hampir tidak ada yang mendapatkan jabatan yang tinggi di pemerintahan, dan bahkan gereja-gereja Katolik dilarang melakukan kegiatan ibadah. Hampir seluruh gereja di Nusantara ditutup, kecuali gereja di daerah bagian Nusa Tenggara Timur seperti Flores yang tidak terjangkau oleh V.O.C, yang masih bertahan. (R. Kurris, 2001)
Agama Katolik diijinkan lagi ada di Nusantara akibat gejolak politik di Belanda yang disebabkan oleh adanya Revolusi Perancis. Diawali di Belanda saat mulai dibebaskannya kembali orang-orang Katolik di Belanda untuk beribadah, pengembalian gereja-gereja kuno milik umat Katolik, dan pemberian hak-hak kewarganegaraan yang sama seperti umat Protestan. Maka pada tanggal 8 Mei 1807 pimpinan Gereja Katolik di Roma dengan persetujuan Raja Louis Napoleon, dapat mendirikan Prefektur Apostolik untuk Hindia Belanda dan sebagai Prefek Apostolik pertama diangkat Pastor Nelissen (R. Kurris, 2001).
Pada awalnya penyebaran agama Katolik ini tidak berjalan dengan mudah. Berbagai masalah dialami oleh Pastor Nelissen, seperti masih banyaknya anak yang belum dibaptis atau bahkan banyaknya umat Katolik yang belum pernah menjalankan ibadah secara Katolik. Ibadah pada awalnya dilakukan di tempat yang sederhana, seperti menumpang di rumah salah satu umat, yang kemudian berpindah ke bangunan bambu sebagai sumbangan dari pemerintah dan kemudian menjadi gereja darurat untuk agama Katolik pertama di Jakarta.
Penyebaran agama ini terus mengalami berbagai masalah hingga akhirnya seorang umat Katolik menjadi pejabat di Batavia, Komjend Du Bus de Gisignies. Selama masa jabatnya, Gereja Katolik mendapatkan berbagai kemudahan untuk menjalankan ibadah. Pada masa jabatnya pula, Gereja Katedral Jakarta mendapatkan tempat yang cukup luas untuk menampung umat yang cukup banyak.
Gereja Katedral Jakarta dirancang dengan campuran gaya Barok-Gotik-Klasisisme, dengan jendela yang menggunakan gaya Neogotik, bagian depan yang dibalut dengan gaya Barok-Pilaster, dan gaya klasistis untuk dua menara di bagian kanan dan kiri. Menara Katedral dirancang agak rendah dengan kubah kecil di atasnya, gaya eklektisistis (Sejarah Katedral). Pembangunan ini kemudian berubah karena faktor keuangan yang tidak mencukupi. Bukan hanya itu, Gereja Katedral Jakarta juga mengalami kejadian-kejadian yang membuat dilakukannya renovasi baik sekadar tambal pada bagian dinding atau renovasi besar yang dilakukan karena beberapa kejadian yang menimpa Katedral
Menurut Helen Jessup dalam Sumaryo (1993), pada tahun 1800-an sampai 1902 tepatnya setelah kepergian Inggris dari Nusantara, Belanda memperkuat posisinya dan menegaskan daerah jajahannya dengan membangun gedung-gedung dengan desain yang grandeur (mewah). Gaya bangunan yang digunakan pada tahun 1800-1900-an ini adalah gaya arsitektur neoklasik yang sebenarnya berlainan dengan gaya arsitektur nasional Belanda pada saat itu.
Pembangunan berbagai gedung dengan tampilan yang mewah ini difungsikan bukan hanya untuk memperindah bangunan terkait, tetapi juga sebagi simbol kemakmuran yang dapat digunakan sebagai propaganda. Sehingga bangunan-bangunan ini dibangun dengan bagian depan yang bagus dan mewah.
Keadaan Hindia-Belanda pada masa jabatan Du Bus de Gisignies (1825-1830) yang berlangsung selama kurang lebih lima tahun, memberikan banyak kebaikkan untuk umat agama Katolik. Pada masanya, umat Katolik mendapatkan tanah yang cukup luas untuk membangun gereja. Lahan ini berada di sisi utara Waterlooplein atau yang sekarang kita kenal dengan nama lapangan Banteng. Maka, di bawah pengawasan langsung Du Bus de Gisignies, Insinyur Tromp ditugaskan untuk merombak sebuah rumah, yang tadinya digunakan oleh panglima angkatan bersenjata, Jendral de Kock, dan mengubahnya menjadi bentuk bangunan yang menyerupai gereja.
De Kerk van Onze Lieve Vrowe ten Hemelopneming, ‘Gereja Santa Maria Naik ke Surga’, menjadi nama yang dipilih ketika bangunan berbentuk salib dengan panjang 35 meter dan lebar 17 meter ini selesai dibangun.

Gereja pertama ini akhirnya dapat menampung banyak orang, walaupun pada kenyataannya gereja ini tidak terlalu bagus. Hasil akhir dari pembangunan tersebut berbeda dengan yang telah Ir. Tromp rancang. Pada awalnya, bangunan gereja secara menyeluruh akan bergaya Barok-Gotik-Klasisisme. Ruang altar dibuat setengah lingkaran dan dalam ruang utama yang panjang dan di pasang enam tiang
3.4. Gaya Bangunan Katedral
Gaya bangunan itu sendiri dimulai pada masa klasik kuno yang dimulai dengan pada sekitar 600 tahun sebelum Masehi yang kemudian terus berkembang hingga sekarang ini. Gedung-gedung yang kita lihat sekarang ini adalah gedung yang dirancang dengan berbagai gaya. Seperti Gereja Katedral Jakarta yang pembangunan gedungnya telah menggunakan berbagai gaya dari berbagai masa hingga akhirnya masih berdiri tegak sampai sekarang. Gaya bangunan yang digunakan selama gereja ini berdiri seperiti Barok, Gotik, Klasisisme, Neogotik, dan Ekletisitis.
Barok adalah gaya yang berkembang di Roma pada tahun 1600 (Architecture of the western world, 1980). Gaya bangunan barok dianggap sebagai gaya bangunan yang merepresentasikan Gouden Eeuw atau abad keemasan yang sesungguhnya karena jika dilihat dari bentuk bangunannya, gaya ini membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk membangunnya, karena pada masa kemunculan aliran ini, gaya bangunan dinilai sebagai sebuah alat propaganda untuk menunjukkan sebuah kemakmuran. Maka dari itu, bangunan-bangunan didesain sebagus dan semewah mungkin. Salah satu bangunan di Belanda yanng menggunakan gaya Barok adalah istana yang berada di Amsterdam yang bagian depannya memiliki ukiran-ukiran pahatan di bagian atasnya. Di atas bangunan, ada sebuah menara dengan bentuk kubah yang juga terdapat patung dan jam serta ukiran yang sangat sesuai dengan ornamen Barok.
Barok sendiri berasal dari kata Barocco yang berarti mutiara alam dengan warna yang luar biasa dan dengan bentuk yang fantastis. Bentuk bangunan dengan gaya Barok ini bangunannya biasanya memiliki ornamen yang cukup ramai. Gaya Barok terutama pada bangunan Katolik Roma merepresentasikan kebahagian dengan gaya baru lewat lukisan dan pahatan. Gaya ini sendiri sebenarnya di Belanda tidak terlalu dibicarakan, berbeda dengan di selatan Italia, tempat asal gaya ini muncul.
Seperti yang dapat dilihat pada gambar 1.4 terlihat bahwa ciri yang paling menonjol dari gaya Barok adalah penggunaaan banyak ornamen yang dikombinasikan dari ornamen lukis dan pahatan. Setiap sisi bangunan dibuat penuh dengan ornamen, bagian langit-langit berbentuk melengkung seperti setengah lingkaran. Jelas gaya ini sangat mencirikan bangunan Eropa dengan seni tinggi, yang diimplementasikan lewat lukisan dan pahatan pada setiap sisinya. Pahatan dan lukisan ini biasanya bergambar malaikat atau langit yang merepresentasikan gambaran kesurgaan.
Gotik sendiri adalah gaya yang muncul setelah kejatuhan kekaisaran Romawi. Gaya ini sendiri masuk ke Belanda dari Perancis pada abad ke-12. Kebangkitan gaya Gotik ini ada pada abad 18-19 yang terinspirasi dari desain-desain klasik. Gotik adalah gaya yang umumnya digunakan pada bangunan-bangunan seperti Katedral. Bentuk penampakkan bangunan ini dibuat menjulang dan sangat tinggi dengan bentuk atap yang meruncing. Bangunan yang semakin tinggi dianggap semakin dekat dengan langit yang berarti semakin dekat dengan surga. Selain itu juga bangunan gotik biasanya dibangun dengan bukaan yang lebar, yang dimaksudkan agar banyak cahaya yang masuk dari luar ke dalam bangunan. Ini semua adalah implementasi dari ‘Drang naar verticaliteit en naar licht’.
Klasikisme adalah aliran yang muncul pada sekitar abad ke-17 yang berciri somberheid atau kesuraman. Jendela yang dirancang oleh Ir. Tromp saat itu seharusnya bergaya Neogotik. Sesuai dengan gayanya, jendela seharusnya akan terlihat begitu besar dengan menggunakan banyak kaca patri yang indah. Sedangkan bagian depan sendiri adalah percampuran dari gaya Barok dan Pilaster. Gaya barok yang menggunakan banyak ornamen dan berbentuk setengah lingkaran di bagian atasnya ini akan digabungkan dengan banyaknya pilar- pilar di bagian depannya. Bangunan ini juga memiliki dua bangunan pendamping di sebelah kanan dan kirinya yang dirancang dengan gaya klasisistis.
Sedangkan sentuhan gaya eklektisistis (gaya campuran) yang muncul pada abad ke-19. Aliran berasal dari kata Ekklesia yang memiliki konsep pemujaan dengan Tuhan, sehingga penerapannya pada gereja diletakkan pada bagian menara yang paling tinggi di gereja, walaupun kemudian menara gereja ini dirancang tidak terlalu tinggi. Neogotik sendiri adalah gaya bangunan adalah gaya bangunan yang berpatokan pada gaya Gotik yang kemudian berkembang dan ditambahkan sentuhan garis lengkung pada gaya bangunannya.
Setelah bangunan ini akhirnya berdiri pada tanggal 6 November 1829, bentuknya tidak sesuai dengan rancangan awal Ir. Tromp. Hal ini disebabkan oleh kurangnya dana yang dimiliki gereja saat itu. Pembangunan gereja Katolik memang tidak semudah membangun gereja untuk umat Protestan. Hal ini karena umat Katolik tidak medapatkan pasokan dana dari pemerintah, seperti agama Protestan yang adalah agama negara. Pembangunan gereja ini sebenarnya tidak begitu mengecewakan jika dibandingkan dengan gereja sebelumnya, perombakkan gedung ini tidak terlalu buruk. Dan semenjak gedung gereja yang baru dibangun, warga yang berdatangan untuk beribadah semakin ramai dan bertambah setiap minggunya.
Perubahan rencana ini disebabkan oleh banyak faktor. Melihat gaya bangunan yang dipilih, seperti Barok yang penuh ornamen dan kemewahan yang harus dipahat dan dilukis, serta kaca-kaca patri yang harus digunakan untuk menunjang gaya neo-gotik pada jendela, jelas salah satu alasan terjadinya perubahan rancangan penampakkan gedung adalah masalah pembiayaan atau kurangnya dana untuk membangun gereja. Mengingat penyebaran agama Katolik sebenarnya tidak begitu didukung oleh pemerintah Belanda pada masa itu. Bukan hanya masalah dana, arsitektur klasik sebenarnya memang sulit diterapkan di Hindia-Belanda. Arsitektur klasik ini berkembang di Eropa dengan iklim dan penampakkan geografisnya yang jauh berbeda dengan iklim dan penampakkan geografis di Hindia-Belanda.
pembangunan yang tidak sesuai dengan rancangan awal. Hanya terlihat bahwa gedung gereja dibangun memanjang dengan sebuat menara di atas di pertengahan bangunan. Bagian atas di bangun melengkung seperti kubah dan jendela dibangun dengan gaya Neogotik, terlihat dari penggunaan garis-garis lurus namun bagian atasnya sedikit melengkung. Banyaknya jendela di sepanjang sisi gereja membuat banyaknya cahaya bisa masuk ke dalam gereja.
Sangat disayangkan, tidak lama setelah pembangunan, banyak bagian gereja yang mengalami kerusakan. Kerusakan-kerusakan ini seperti kebocoran yang terjadi di mana-mana dan berkali-kali dalam interval waktu yang cukup sering, yang sebenarnya tidak diperbaiki secara menyeluruh. Perbaikan kecil hanya dilakukan pada bagian-bagian yang terlihat rusak tanpa mencari penyebab kerusakan tersebut, sehingga selalu saja kerusakan baru yang terjadi setelah dilakukan perbaikan pada bagian-bagian yang rusak.
Pemugaran yang terjadi pada setiap terjadinya kerusakan yang ada pada bangunan gereja sepertinya memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap bangunan gereja. Gambar 1.5 dan 1.6 yang memperlihat dua bangunan gereja. Menara yang pada gambar 1.5 memperlihatkan menara gereja berada di tengah atas gedung, di gambar 1.6 menara gereja berada di bagian depan dengan dua menara kecil di sebelah kanan dan kirinya. Bentuk dari menara juga berubah dari yang sebelumnya berbentuk kubah, setengah lingkaran seperti gaya Barok, pada gambar 1.6 menara berbentuk Gotik yang lurus menjulang ke atas dan berujung meruncing. Tapi detil dari menara tersebut terlihat memiliki detil dengan sentuhan Barok yang identik dengan ukiran yang tidak sederhana.


Badi Bastian
21314952
4TB06

Link Download File : KLIK DISINI


No comments:

Post a Comment