GAMBARAN KAWASAN
3.1. Gambaran
Kawasan
Gereja ini terletak di
Jalan Katedral, Jakarta Pusat. Rumah ibadah ini berdekatan dengan Masjid
Istiqlal dan Gereja Immanuel yang sering kali dilambangkan sebagai toleransi
dan kerukunan umat beragama di Indonesia. Bangunan ini tidak seperti
penampakkan gedung- gedung yang ada di sekitarnya. Gereja Katedral Jakarta
memiliki gaya bangunan yang mencirikan bangunan dengan gaya Eropa.
Selain bentuk
bangunannya yang terkesan mewah, Gereja Katedral Jakarta juga memiliki sejarah
yang cukup panjang, mengingat betapa sulitnya agama Katolik dapat masuk ke
Nusantara di zaman koloni Belanda. Hal ini dikarenakan Belanda adalah negara
yang menganut agama Protestan dan kerajaan Belanda tunduk terhadap Gereja
Protestan, yang mengakibatkan sulitnya menyebarkan agama lain di Nusantara pada
saat itu. Terlebih lagi agama Katolik adalah agama kekaisaran Roma sehingga
ditakutkan menimbulkan ancaman bagi Negara Belanda. Maka jadilah Katedral
Jakarta sebagai salah satu saksi perjalanan berkembangnya agama Katolik di
Indonesia, khusunya kota Jakarta.
3.2. Gaya
Bangunan
Jejak-jejak gaya
bangunan Eropa dan keindahannya meninggalkan bekas di Jakarta dan masih dapat
dilihat bahkan sampai sekarang. Bangunan-bangunan tersebut masih berdiri kokoh
setelah ratusan tahun walaupun telah beberapa kali mengalami pemugaran.
Gereja ini terletak di
Jalan Katedral, Jakarta Pusat. Rumah ibadah ini berdekatan dengan Masjid
Istiqlal dan Gereja Immanuel yang sering kali dilambangkan sebagai toleransi
dan kerukunan umat beragama di Indonesia. Bangunan ini tidak seperti
penampakkan gedung- gedung yang ada di sekitarnya. Gereja Katedral Jakarta
memiliki gaya bangunan yang mencirikan bangunan dengan gaya Eropa.
Selain bentuk
bangunannya yang terkesan mewah, Gereja Katedral Jakarta juga memiliki sejarah
yang cukup panjang, mengingat betapa sulitnya agama Katolik dapat masuk ke
Nusantara di zaman koloni Belanda. Hal ini dikarenakan Belanda adalah negara
yang menganut agama Protestan dan kerajaan Belanda tunduk terhadap Gereja
Protestan, yang mengakibatkan sulitnya menyebarkan agama lain di Nusantara pada
saat itu. Terlebih lagi agama Katolik adalah agama kekaisaran Roma sehingga
ditakutkan menimbulkan ancaman bagi Negara Belanda. Maka jadilah Katedral Jakarta
sebagai salah satu saksi perjalanan berkembangnya agama Katolik di Indonesia,
khusunya kota Jakarta.
3.3. Masuknya
Agama Katolik di Indonesia
Agama Katolik sebenanrya
telah hadir jauh sebelum kedatangan Belanda ke Indonesia. Agama ini dibawa oleh
pedagang-pedagang dari Potrugis. Namun sejak hadirnya Verenigde
Oostindische Compagnie (V.O.C) di Nusantara, agama Katolik dilarang penyebarannya. Umat
Katolik juga hampir tidak ada yang mendapatkan jabatan yang tinggi di
pemerintahan, dan bahkan gereja-gereja Katolik dilarang melakukan kegiatan
ibadah. Hampir seluruh gereja di Nusantara ditutup, kecuali gereja di daerah
bagian Nusa Tenggara Timur seperti Flores yang tidak terjangkau oleh V.O.C,
yang masih bertahan. (R. Kurris, 2001)
Agama Katolik diijinkan
lagi ada di Nusantara akibat gejolak politik di Belanda yang disebabkan oleh
adanya Revolusi Perancis. Diawali di Belanda saat mulai dibebaskannya kembali
orang-orang Katolik di Belanda untuk beribadah, pengembalian gereja-gereja kuno
milik umat Katolik, dan pemberian hak-hak kewarganegaraan yang sama seperti
umat Protestan. Maka pada tanggal 8 Mei 1807 pimpinan Gereja Katolik di Roma
dengan persetujuan Raja Louis Napoleon, dapat mendirikan Prefektur Apostolik
untuk Hindia Belanda dan sebagai Prefek Apostolik pertama diangkat Pastor
Nelissen (R. Kurris, 2001).
Pada awalnya penyebaran
agama Katolik ini tidak berjalan dengan mudah. Berbagai masalah dialami oleh
Pastor Nelissen, seperti masih banyaknya anak yang belum dibaptis atau bahkan
banyaknya umat Katolik yang belum pernah menjalankan ibadah secara Katolik.
Ibadah pada awalnya dilakukan di tempat yang sederhana, seperti menumpang di
rumah salah satu umat, yang kemudian berpindah ke bangunan bambu sebagai
sumbangan dari pemerintah dan kemudian menjadi gereja darurat untuk agama
Katolik pertama di Jakarta.
Penyebaran agama ini
terus mengalami berbagai masalah hingga akhirnya seorang umat Katolik menjadi
pejabat di Batavia, Komjend Du Bus de Gisignies. Selama masa jabatnya, Gereja
Katolik mendapatkan berbagai kemudahan untuk menjalankan ibadah. Pada masa
jabatnya pula, Gereja Katedral Jakarta mendapatkan tempat yang cukup luas untuk
menampung umat yang cukup banyak.
Gereja Katedral Jakarta
dirancang dengan campuran gaya Barok-Gotik-Klasisisme, dengan jendela yang
menggunakan gaya Neogotik, bagian depan yang dibalut dengan gaya
Barok-Pilaster, dan gaya klasistis untuk dua menara di bagian kanan dan kiri.
Menara Katedral dirancang agak rendah dengan kubah kecil di atasnya, gaya
eklektisistis (Sejarah Katedral). Pembangunan ini kemudian berubah karena
faktor keuangan yang tidak mencukupi. Bukan hanya itu, Gereja Katedral Jakarta
juga mengalami kejadian-kejadian yang membuat dilakukannya renovasi baik
sekadar tambal pada bagian dinding atau renovasi besar yang dilakukan karena
beberapa kejadian yang menimpa Katedral
Menurut Helen Jessup
dalam Sumaryo (1993), pada tahun 1800-an sampai 1902 tepatnya setelah kepergian
Inggris dari Nusantara, Belanda memperkuat posisinya dan menegaskan daerah
jajahannya dengan membangun gedung-gedung dengan desain yang grandeur (mewah). Gaya bangunan
yang digunakan pada tahun 1800-1900-an ini adalah gaya arsitektur neoklasik
yang sebenarnya berlainan dengan gaya arsitektur nasional Belanda pada saat
itu.
Pembangunan berbagai
gedung dengan tampilan yang mewah ini difungsikan bukan hanya untuk memperindah
bangunan terkait, tetapi juga sebagi simbol kemakmuran yang dapat digunakan
sebagai propaganda. Sehingga bangunan-bangunan ini dibangun dengan bagian depan
yang bagus dan mewah.
Keadaan Hindia-Belanda
pada masa jabatan Du Bus de Gisignies (1825-1830) yang berlangsung selama
kurang lebih lima tahun, memberikan banyak kebaikkan untuk umat agama Katolik.
Pada masanya, umat Katolik mendapatkan tanah yang cukup luas untuk membangun
gereja. Lahan ini berada di sisi utara Waterlooplein atau yang sekarang kita
kenal dengan nama lapangan Banteng. Maka, di bawah pengawasan langsung Du Bus
de Gisignies, Insinyur Tromp ditugaskan untuk merombak sebuah rumah, yang
tadinya digunakan oleh panglima angkatan bersenjata, Jendral de Kock, dan
mengubahnya menjadi bentuk bangunan yang menyerupai gereja.
De Kerk
van Onze Lieve Vrowe ten Hemelopneming, ‘Gereja Santa Maria Naik ke Surga’, menjadi nama
yang dipilih ketika bangunan berbentuk salib dengan panjang 35 meter dan lebar
17 meter ini selesai dibangun.
Gereja pertama ini
akhirnya dapat menampung banyak orang, walaupun pada kenyataannya gereja ini
tidak terlalu bagus. Hasil akhir dari pembangunan tersebut berbeda dengan yang
telah Ir. Tromp rancang. Pada awalnya, bangunan gereja secara menyeluruh akan
bergaya Barok-Gotik-Klasisisme. Ruang altar dibuat setengah lingkaran dan dalam
ruang utama yang panjang dan di pasang enam tiang
3.4. Gaya
Bangunan Katedral
Gaya bangunan itu
sendiri dimulai pada masa klasik kuno yang dimulai dengan pada sekitar 600
tahun sebelum Masehi yang kemudian terus berkembang hingga sekarang ini.
Gedung-gedung yang kita lihat sekarang ini adalah gedung yang dirancang dengan
berbagai gaya. Seperti Gereja Katedral Jakarta yang pembangunan gedungnya telah
menggunakan berbagai gaya dari berbagai masa hingga akhirnya masih berdiri
tegak sampai sekarang. Gaya bangunan yang digunakan selama gereja ini berdiri
seperiti Barok, Gotik, Klasisisme, Neogotik, dan Ekletisitis.
Barok adalah gaya yang
berkembang di Roma pada tahun 1600 (Architecture of the western world, 1980).
Gaya bangunan barok dianggap sebagai gaya bangunan yang merepresentasikan Gouden
Eeuw atau
abad keemasan yang sesungguhnya karena jika dilihat dari bentuk bangunannya,
gaya ini membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk membangunnya, karena pada
masa kemunculan aliran ini, gaya bangunan dinilai sebagai sebuah alat
propaganda untuk menunjukkan sebuah kemakmuran. Maka dari itu,
bangunan-bangunan didesain sebagus dan semewah mungkin. Salah satu bangunan di
Belanda yanng menggunakan gaya Barok adalah istana yang berada di Amsterdam
yang bagian depannya memiliki ukiran-ukiran pahatan di bagian atasnya. Di atas
bangunan, ada sebuah menara dengan bentuk kubah yang juga terdapat patung dan
jam serta ukiran yang sangat sesuai dengan ornamen Barok.
Barok sendiri berasal
dari kata Barocco
yang
berarti mutiara alam dengan warna yang luar biasa dan dengan bentuk yang
fantastis. Bentuk bangunan dengan gaya Barok ini bangunannya biasanya memiliki
ornamen yang cukup ramai. Gaya Barok terutama pada bangunan Katolik Roma
merepresentasikan kebahagian dengan gaya baru lewat lukisan dan pahatan. Gaya
ini sendiri sebenarnya di Belanda tidak terlalu dibicarakan, berbeda dengan di
selatan Italia, tempat asal gaya ini muncul.
Seperti yang dapat
dilihat pada gambar 1.4 terlihat bahwa ciri yang paling menonjol dari gaya
Barok adalah penggunaaan banyak ornamen yang dikombinasikan dari ornamen lukis
dan pahatan. Setiap sisi bangunan dibuat penuh dengan ornamen, bagian
langit-langit berbentuk melengkung seperti setengah lingkaran. Jelas gaya ini
sangat mencirikan bangunan Eropa dengan seni tinggi, yang diimplementasikan
lewat lukisan dan pahatan pada setiap sisinya. Pahatan dan lukisan ini biasanya
bergambar malaikat atau langit yang merepresentasikan gambaran kesurgaan.
Gotik sendiri adalah
gaya yang muncul setelah kejatuhan kekaisaran Romawi. Gaya ini sendiri masuk ke
Belanda dari Perancis pada abad ke-12. Kebangkitan gaya Gotik ini ada pada abad
18-19 yang terinspirasi dari desain-desain klasik. Gotik adalah gaya yang
umumnya digunakan pada bangunan-bangunan seperti Katedral. Bentuk penampakkan
bangunan ini dibuat menjulang dan sangat tinggi dengan bentuk atap yang
meruncing. Bangunan yang semakin tinggi dianggap semakin dekat dengan langit
yang berarti semakin dekat dengan surga. Selain itu juga bangunan gotik
biasanya dibangun dengan bukaan yang lebar, yang dimaksudkan agar banyak cahaya
yang masuk dari luar ke dalam bangunan. Ini semua adalah implementasi dari ‘Drang
naar verticaliteit en naar licht’.
Klasikisme adalah aliran
yang muncul pada sekitar abad ke-17 yang berciri somberheid atau kesuraman. Jendela
yang dirancang oleh Ir. Tromp saat itu seharusnya bergaya Neogotik. Sesuai
dengan gayanya, jendela seharusnya akan terlihat begitu besar dengan
menggunakan banyak kaca patri yang indah. Sedangkan bagian depan sendiri adalah
percampuran dari gaya Barok dan Pilaster. Gaya barok yang menggunakan banyak
ornamen dan berbentuk setengah lingkaran di bagian atasnya ini akan digabungkan
dengan banyaknya pilar- pilar di bagian depannya. Bangunan ini juga memiliki
dua bangunan pendamping di sebelah kanan dan kirinya yang dirancang dengan gaya
klasisistis.
Sedangkan sentuhan gaya
eklektisistis (gaya campuran) yang muncul pada abad ke-19. Aliran berasal dari
kata Ekklesia yang memiliki konsep pemujaan dengan Tuhan, sehingga penerapannya
pada gereja diletakkan pada bagian menara yang paling tinggi di gereja,
walaupun kemudian menara gereja ini dirancang tidak terlalu tinggi. Neogotik
sendiri adalah gaya bangunan adalah gaya bangunan yang berpatokan pada gaya
Gotik yang kemudian berkembang dan ditambahkan sentuhan garis lengkung pada
gaya bangunannya.
Setelah bangunan ini
akhirnya berdiri pada tanggal 6 November 1829, bentuknya tidak sesuai dengan
rancangan awal Ir. Tromp. Hal ini disebabkan oleh kurangnya dana yang dimiliki
gereja saat itu. Pembangunan gereja Katolik memang tidak semudah membangun
gereja untuk umat Protestan. Hal ini karena umat Katolik tidak medapatkan
pasokan dana dari pemerintah, seperti agama Protestan yang adalah agama negara.
Pembangunan gereja ini sebenarnya tidak begitu mengecewakan jika dibandingkan
dengan gereja sebelumnya, perombakkan gedung ini tidak terlalu buruk. Dan
semenjak gedung gereja yang baru dibangun, warga yang berdatangan untuk
beribadah semakin ramai dan bertambah setiap minggunya.
Perubahan rencana ini
disebabkan oleh banyak faktor. Melihat gaya bangunan yang dipilih, seperti
Barok yang penuh ornamen dan kemewahan yang harus dipahat dan dilukis, serta
kaca-kaca patri yang harus digunakan untuk menunjang gaya neo-gotik pada
jendela, jelas salah satu alasan terjadinya perubahan rancangan penampakkan
gedung adalah masalah pembiayaan atau kurangnya dana untuk membangun gereja. Mengingat
penyebaran agama Katolik sebenarnya tidak begitu didukung oleh pemerintah
Belanda pada masa itu. Bukan hanya masalah dana, arsitektur klasik sebenarnya
memang sulit diterapkan di Hindia-Belanda. Arsitektur klasik ini berkembang di
Eropa dengan iklim dan penampakkan geografisnya yang jauh berbeda dengan iklim
dan penampakkan geografis di Hindia-Belanda.
pembangunan yang tidak
sesuai dengan rancangan awal. Hanya terlihat bahwa gedung gereja dibangun
memanjang dengan sebuat menara di atas di pertengahan bangunan. Bagian atas di
bangun melengkung seperti kubah dan jendela dibangun dengan gaya Neogotik,
terlihat dari penggunaan garis-garis lurus namun bagian atasnya sedikit
melengkung. Banyaknya jendela di sepanjang sisi gereja membuat banyaknya cahaya
bisa masuk ke dalam gereja.
Sangat disayangkan,
tidak lama setelah pembangunan, banyak bagian gereja yang mengalami kerusakan.
Kerusakan-kerusakan ini seperti kebocoran yang terjadi di mana-mana dan
berkali-kali dalam interval waktu yang cukup sering, yang sebenarnya tidak
diperbaiki secara menyeluruh. Perbaikan kecil hanya dilakukan pada
bagian-bagian yang terlihat rusak tanpa mencari penyebab kerusakan tersebut,
sehingga selalu saja kerusakan baru yang terjadi setelah dilakukan perbaikan
pada bagian-bagian yang rusak.
Pemugaran yang terjadi
pada setiap terjadinya kerusakan yang ada pada bangunan gereja sepertinya
memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap bangunan gereja. Gambar 1.5
dan 1.6 yang memperlihat dua bangunan gereja. Menara yang pada gambar 1.5
memperlihatkan menara gereja berada di tengah atas gedung, di gambar 1.6 menara
gereja berada di bagian depan dengan dua menara kecil di sebelah kanan dan
kirinya. Bentuk dari menara juga berubah dari yang sebelumnya berbentuk kubah,
setengah lingkaran seperti gaya Barok, pada gambar 1.6 menara berbentuk Gotik
yang lurus menjulang ke atas dan berujung meruncing. Tapi detil dari menara
tersebut terlihat memiliki detil dengan sentuhan Barok yang identik dengan
ukiran yang tidak sederhana.
Badi Bastian
21314952
4TB06
Link Download File : KLIK DISINI
No comments:
Post a Comment